CILEGON – Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cilegon, Rahmatuloh, menilai perlu dilakukan evaluasi mendalam terhadap struktur organisasi Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Cilegon. Ia menilai, kompleksitas tugas lembaga tersebut sudah saatnya disederhanakan melalui pembentukan dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terpisah.
“Dalam konteks itu, kami di Komisi III DPRD Kota Cilegon melihat perlunya evaluasi serius terhadap struktur organisasi BPKPAD. Salah satu opsi solutif dapat dilakukan adalah wacana pemisahan BPKPAD menjadi dua OPD terpisah: satu fokus pada pengelolaan pendapatan daerah (Dinas Pendapatan Daerah), dan satu lagi fokus pada pengelolaan keuangan dan aset daerah (Badan Keuangan dan Aset Daerah),” katanya, Sabtu (18/10/2025).
Rahmatuloh menjelaskan bahwa langkah tersebut bukan hanya untuk memperjelas fungsi dan tanggung jawab masing-masing bidang, tetapi juga mencegah terjadinya tumpang tindih tugas dan potensi ketidakadilan, khususnya dalam pembagian insentif kinerja seperti Upah Pungut.
“Dengan pemisahan tersebut, pengelolaan keuangan dan pendapatan bisa dilakukan secara lebih profesional, transparan, dan akuntabel sesuai indikator kinerja masing-masing OPD,” ujarnya.
Ia menyoroti munculnya keresahan di internal BPKPAD Kota Cilegon terkait kebijakan pemberian Insentif Upah Pungut (IUP) yang hanya diperbolehkan bagi Bidang Pajak. Menurutnya, kebijakan itu menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam tata kelola keuangan serta manajemen sumber daya manusia di lingkungan pemerintah daerah.
“Padahal, dalam realitas kerja di lapangan, seluruh bidang di BPKPAD — mulai dari anggaran, akuntansi, perbendaharaan, hingga aset — memiliki peran saling terkait dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan memastikan setiap rupiah pendapatan daerah dikelola secara akuntabel. Jika hanya satu bidang yang memperoleh insentif, sementara lima bidang lain tidak mendapatkan penghargaan yang sepadan, maka hal itu berpotensi menimbulkan kecemburuan struktural dan menurunkan semangat kerja kolektif,” tuturnya.
Lebih jauh, Rahmatuloh menilai kondisi pengelolaan keuangan Kota Cilegon saat ini menunjukkan gejala yang kurang sehat. Berdasarkan catatannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2024 mengalami defisit lebih dari Rp100 miliar, dan pada APBD 2025 bahkan sempat mendekati defisit akibat kesalahan proyeksi pendapatan.
“Ini menunjukkan bahwa tata kelola fiskal kita belum berjalan optimal, terutama dalam aspek perencanaan dan realisasi penerimaan daerah,” ucapnya.
Ia menambahkan, hasil pemantauan melalui platform JAGA.ID milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memperkuat indikasi lemahnya optimalisasi pendapatan daerah. Berdasarkan data tersebut, skor area Optimalisasi Pendapatan Kota Cilegon hanya mencapai 18,7 persen, termasuk salah satu yang terendah di Indonesia.
“Artinya, potensi pendapatan daerah kita masih belum tergarap maksimal, dan hal ini seharusnya menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan di Pemkot Cilegon untuk segera melakukan pembenahan menyeluruh,” ungkapnya.
Rahmatuloh menegaskan, DPRD melalui Komisi III siap mendukung upaya perbaikan yang terukur dan berbasis data.
“DPRD, khususnya Komisi III, siap mendukung setiap langkah pembenahan yang terukur, berbasis data, dan berorientasi pada kepentingan publik. Karena bagi kami, keadilan dalam sistem dan akurasi dalam pengelolaan keuangan adalah pondasi utama menuju Kota Cilegon Juare,” katanya. (MJ/red)