CILEGON - Di tengah identitasnya sebagai kota santri yang menjunjung nilai keadilan sosial, DPRD Kota Cilegon kembali menyoroti persoalan klasik yang tak kunjung tuntas: minimnya penyerapan tenaga kerja lokal di kawasan industri. Desakan baru pun disuarakan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon menyiapkan regulasi tegas mengenai kuota minimum pekerja lokal di setiap perusahaan.
Tuntutan ini menguat setelah data terbaru menunjukkan peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT), ironisnya justru terjadi di kota yang selama ini menyandang citra religius sekaligus pusat industri raksasa.
Sekretaris Komisi II DPRD Kota Cilegon, Qoidatul Sitta, menegaskan bahwa pihaknya akan segera mengajukan langkah korektif ini kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dalam waktu dekat.
“Rencana ada, tapi belum kita sounding ke Disnaker. Insyaallah pekan depan ada hearing RKA, akan kami sampaikan,” katanya, Rabu (12/11/2025).
Keprihatinan juga ia sampaikan terkait meningkatnya angka TPT yang kini mencapai 7,41 persen pada Agustus 2025, naik dari 6,08 persen pada 2024.
“Angka ini menjadi alarm bahwa meskipun kita dikenal sebagai kota industri, penyerapan tenaga kerja formal justru mengalami penurunan drastis — dari lebih 3.000 orang pada periode yang sama tahun lalu menjadi hanya sekitar 1.975 orang hingga Oktober 2025,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi ini harus menjadi titik evaluasi serius bagi Pemkot dan instansi terkait agar kebijakan ketenagakerjaan tidak hanya berjalan normatif, tetapi benar-benar melindungi hak warga lokal—sejalan dengan nilai keadilan yang dijunjung kuat di lingkungan masyarakat santri.
Ia menyebut bahwa peningkatan kompetensi dan program vokasi harus menjadi prioritas.
“Pemerintah harus mempercepat program vokasi, pelatihan, dan pemagangan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan industri lokal. Jika pelatihan sudah dilakukan tetapi pengangguran tetap naik, maka ada persoalan kecocokan kompetensi atau efektivitas mekanisme,” ujarnya.
DPRD juga menyoroti perlunya sinergi antara dunia pendidikan, industri, dan pemerintah agar lulusan Cilegon tidak hanya mengandalkan ijazah, tetapi benar-benar siap berkarya di tengah kompetisi industri berat.
“Mendesak agar Pemerintah Kota memperluas dan mengarusutamakan penyerapan tenaga kerja warga lokal dalam setiap investasi atau perluasan industri, serta menyertakan klausul penyerapan lokal sebagai bagian dari negosiasi investasi dan memberikan apresiasi kepada industri yang sudah memprioritaskan pekerja lokal,” tuturnya.
Ia memastikan DPRD akan mengawal langkah korektif tersebut dan mendorong adanya alokasi khusus untuk penciptaan lapangan kerja dalam APBD.
“Kami percaya bahwa penurunan kerja bukan hanya persoalan ekonomi semata, tetapi persoalan sosial yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan warga Kota Cilegon. Karena itu, kami berharap masyarakat tetap aktif ikut memberikan masukan dan melakukan kontrol sosial,” ucapnya.
Dengan kombinasi identitas sebagai kota santri dan kota industri, DPRD menilai bahwa Cilegon seharusnya bisa menjadi teladan daerah yang memuliakan pekerja lokal, bukan sebaliknya membiarkan mereka tersisih di tengah derasnya investasi industri. (MJ/red)